Assalamualaikum wr.wb...
Malam itu udara dingin menusuk tulangku, aku terdiam dalam diam, hanya hembus napas dan bunyi detak jantungku yang kudengar bersamaan dengan bunyi jam dindingku yang menunjukkan bahwa setiap detik waktuku telah ku lewati dalam diam malam itu. Aku terduduk dihadapan jendela kamarku yang menampakkan indahnya langit malam, hiasi bulan yang memancarkan sinarnya dan bintang-bintang bertaburan menambah indahnya kekuasaan Sang Maha Pencipta Kupandangi dengan seksama setiap bagian keindahan malam itu. Hatiku tak henti mengucap asma.-Nya, berzikir dan terus mengagungkan-Nya. Air mataku tak terasa membasahi kedua mataku, jantungku semakin cepat berdetak, pikiranku melambung jauh memikirkan sesuatu namun entah apa, dalam hati diriku mengadu pada-Nya "Ya Allah,indahnya hari ini untukku aku bersyukur atas semua nikmat dari-Mu kini aku dapat menikmati indahnya malam ini namun mengapa hari ini seperti ada bagian yang kosong merasa seperti kehilangan merasa ada sesuatu yang membuatku merasa tak pantas untuk menerima semua yang telah Engkau beri merasa bahwa seharunya tidak hanya aku yang merasakan indahnya malam ini apakah aku telah melupakan sesuatu ? Tapi apa itu ? Begitu kerasnya kah hatiku hingga aku melupakan sesuatu itu dan juga tidak mengetahuinya ? Begitu egois kah aku hanya memikirkan kebahagiaan hidupku saja hingga aku melupakan sesuatu yang seharusnya bisa aku rasakan ? Ya Allah maafkanlah aku ?".
Jam dinding dikamarku terus berdetak, menunjukkan waktu sudah pukul 11 malam. Udara semakin menusuk tulangku, hatiku masih merasa kehilangan sesuatu kini mataku sebam karena telah cukup lama aku menangis, menangis rasa kegelisahanku, kuputuskan untuk segera tidur agar aku dapat bangun disepertiga malam nanti, mencurahkan isi hatiku yang gundah ini kepada-Nya, bercengkerama dengan-Nya dalam kekhusyukkan. Kurapikan tempat tidurku, ku matikan lampu kamarku, kutarik sehelai selimut tebal untuk mengurani rasa dingin yang menusuk tulangku, tiada henti hati, pikiran dan lisanku mengucap asama-Nya Subhanaallah, Walhamdulillah, Wa laa illaha ilallahu Allahu Akbar berharap diriku bisa bertemu dengan-Nya disuatu tempat yang indah dalam mimpiku... Aamiin... akhirnya mataku terpejam dan diriku telah terlelap dalam tidur...
@#$%%$#@
Seorang wanita paruh baya dengan seorang anak kecil menghampiri diriku yang sedang terduduk di atas sebuah batu di samping sungai yang mengalirkan airnya yang jernih di sekelilingnya dihiasi bunga-bunga yang cantik membuat hatiku sangat damai. Kini wanita paruh baya dan anak itu semakin dekat menghampiri diriku, kulontarkan senyum pada mereka dan mereka pun membalasnya dengan senyum yang sangat menghangatkan hatiku. Semakin dekat dan semakin jelas kini ku melihat wajah mereka wajah wanita paruh baya itu sangatlah cantik dan bercahaya tubuhnya terlindungi dengan seuntai jilbab putih yang panjang begitu pula anak kecil itu terlindungi dengan jilbab yang membuatnya terlihat seperti bidadari kecil. Subhanaallah anak itu berlari kecil menghampiriku, sesekali ia berbalik kepada wanita paruh baya itu untuk mengisyarakan agar bersegera dan mempercepat langkahnya senyum simpul di wajah keduanya tetap menghiasi seolah tak ingin kehilangan senyumnya itu untukku. Anak itu sampai terlebih dahulu di hadapku, matanya yang bulat memancarkan sinar ketulusan napasnya terengah-ngah namun senyum simpul di bibirnya tak hilang sedikitpun, ia memandangku dengan baik, begitupun aku membalas memandangya dengan penuh ketulusan "Ibu ayo cepat, aku sudah sampai aku sangat bahagia. ayo cepat bu, kemari". Ternyata wanit paruh baya itu adalah ibu dari anak itu. Ibunya mempercepat langkahnya hingga akhirnya sampai dihadapanku, tepat disamping anak itu, napasnya terengah-ngah namun senyumnya tetap bertahan diwajanya seolah tak ingin sedikitpun hilang dari wajahnya lalu keduanya mengucapkan salam "Assalamualaiku Wr.Wb" dengan terus aku mempertahankan senyumku untuk keduanya. Tanpa ragu anak itu memelukku dengan erat pelukannya sungguh tulus menghangatkan tubuhku, ia mencium keningkku dan sembari mengelus kedua pipiku dan semakin erat setelah itu ia memelukku. Lalu sang Ibu berkata "Sudah nak kita harus bersegera waktu kita tidak banyak". suaranya yang lembut dan sedikit serak terlontar pada kami yang sedang menikmati hangatnya pelukan itu. Ibunya tersenyum penuh harap padaku, matanya menatap lembut diriku. Anak itu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya sebuah kertas coklat yang kusam tergulung rapi dengan terikat oleh daun bambu yang sudah kering ia meniup dan mengusap gulungan kertas itu dengan lembut seolah memastikan bahwa tidak ada debu di kertas itu, ia menatapnya lalu memeluknya gulungan kertas itu kedadanya mata bulatnya tertutup sepertinya ia sedang berdoa dengan sangat penuh harap, lalu gulungan kertas itu ia berikan padaku tepat dihadapanku ia berkata, "Aku sangat percaya bahwa kau akan memahami dengan baik isi gulungan kertas ini aku percaya bahwa kau dapat menolongku, ibuku, ayahku, kakak dan adikku dan semua saudaraku aku sangat bahagia bertemu denganmu. Allah telah mengabulkan permohonan dalam doaku dan engaku adalah jawaban atas permohonanku engaku adalah seseorang yang sangat aku tunggu seseorang yang akan aku sayangi mulai hari ini hingga mungkin aku telah tiada nanti karena Allah lah aku bertemu denganmu karena Allah lah juga aku percaya bahwa engkau dapat menolongku hanya karena Allah aku bisa menyampaikan ini padamu aku mencintaimu karena allah. Aku menunggumu kini aku telah bertemu denganmu aku sampaikan ini padamu, aku harus segera pergi untuk menyampaikan kepada yang lain aku sangat menyayangimu meski aku tak bisa berlama-lama memelukmu dan bersamamu tapi aku yakin allah akan mempertemukan aku dan kamu di tempat dan waktu yang terbaik." Anak itu lalu memelukku sangat erat, air matanya kurasakan membasahi baju lengan kananku. Ibunya pun ikut memelukku dengan sangat lembut air mataku tak terbendung, kutertegun dalam pelukan yang sangat-sangat hangat itu. Perlahan mereka melepas pelukannya dariku, mereka tersenyum sembari mengusap air mata di pipi mereka. "Karena Allah pertemuan ini terjadi lakukanlah segala sesuatunya hanya karena allah. Kami yakin engkau dapat
membantu kami dengan semua kemampuanmu dan dalam bentuk apapun yang terbaik
yang dapat engkau berikan, kami harus pergi, semoga Allah mengizinkan kita
bertemu kembali dimanapun dan kapanpun itu, aku mencintaimu karena Allah,” anak kecil itu pun mengatakan kalimat yang diucapkan Ibunya diakhir secara
bersamaan, “Aku mencintaimu karena Allah.” Ucapan itu sangat lembut dan
menggetarkan hatiku, kubalas sepenuh hatiku “Aku pun mencintai kalian karena
Allah”. Mereka tersenyum dan mengucapkan salam “Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakaatuh,” berbalik dan berjalan dengan penuh keyakinan,
semakin cepat dan sesekali berbalik untuk melihatku, tersenyum dan melambaikan
tangan. Ingin rasanya aku mengikuti mereka, namun semakin cepat mereka
melangkah, semakin cepat dan terus semakin cepat seolah aku tak dapat
mengejarnya, kini sosok mereka seperti dua buah titik yang sangat jauh,
sosoknya hilang seperti siluet yang tenggelam di waktu senja. Aku hanya
terdiam, ditemani oleh matahari yang akan bersiap tenggelam dalam senja, hening
dan begitu tenang, air sungai yang bergemericik, hembusan angin yang
menghampiriku dan suara-suara binatang di senja itu bersatu menjadi harmoni
yang indah, sangat indah. Kupandangi gulungan kertas yang telah lama kugenggam,
hatiku tak mengerti apa maksud ini semua, diriku bertanya dalam hati “Apa
isi gulungan kertas ini? Mengapa mereka memberikannya kepadaku?”. Perlahan
kubuka dengan apik daun bambu yang mengikat gulungan itu, aku tak ingin
gulungan itu rusak sedikitpun, lalu kubuka dengan perlahan gulungan kertas itu,
ternyata itu adalah selembar kertas yang sepertinya sudah cukup kotor dengan
tulisan yang ditulis dengan tinta hitam yang mungkin juga sudah hampir kering,
namun masih bisa kubaca tulisan di kertas itu dengan jelas, dengan penuh
keyakinan dan kesungguhan, kubaca lembaran kertas itu:
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Saudaraku yang baik
hatinya, dimanapun kini engkau berada. Semoga engkau dalam keadaan sehat dan
baik, dalam keadaan iman yang kuat, azzam yang kokoh dan hati yang selalu
bersyukur. Begitupun dengan diriku, aku selalu berusaha untuk menjaga kesehatan
dan kondisiku, menjaga kekuatan imanku, mengokohkan azzamku dan bersyukur
selalu kepada-Nya, meski aku tahu ini sangat sulit untukku, namun aku selalu
berusaha untuk itu, karena mungkin kondisiku kini berbeda denganmu, kini aku
dalam kondisi yang sangat-sangat tak pernah kubayangkan dalam pikirku.
Saudaraku yang baik
hatinya, aku sudah cukup lama menunggumu, menunggu untuk menyampaikan ini semua
kepadamu, sejujurnya aku berharap engkau yang akan dengan sendirinya mengetahui
kondisiku dan saudaraku disini yang mereka adalah saudaramu juga, tapi dirimu
tak kunjung mengetahuinya, mungkinkah engkau tidak tahu atau mungkinkah engkau
tidak ingin tahu bagaimana kondisi kami disini, aku tak tahu, yang terpenting
sekarang adalah aku sudah menemukanmu, menemukan orang yang sudah lama aku
nanti, tak penting lagi apakah engkau peduli atau tidak padaku dulu. Banyak
yang ingin kuceritakan padamu, sangat banyak, aku tahu mungkin ini tidak
penting bagimu dengan berbagai macam kesibukanmu yang kini sedang engkau
jalani, tapi engkau harus tahu bahwa ini penting untukku dan penting untuk
saudaramu disini, aku mohon dengarkan semua ceritaku, setelah itu aku tak
peduli engkau akan menganggap ini penting ataukah biasa saja, kuserahkan
padamu.
Saudaraku yang baik
hatinya, ceritaku dimulai ketika aku merasa sedang berada dalam kondisi
terbaikku, pagi itu seusai aku sarapan, seperti biasa aku melakukan ritual yang
penting untukku yaitu memeluk dan mencium Ayah, Ibu, Kakak dan Adikku,
mengucapkan kata “Aku sangat mencintai kalian karena Allah, aku selalu ingin
bersama kalian, do’akan agar aku bisa menjadi seseorang yang bermanfaat untuk
semua orang disekitarku,” dengan tersenyum selebar mungkin dan tulus juga penuh
kasih, aku tak ingin menyia-nyiakan hariku, karena aku tak tahu sampai kapan
aku bisa melakukan ritual ini kepada mereka, engkau tahu bukan bahwa aku sangat
menyayangi mereka? begitupun engkau menyayangi Ayah, Ibu, Kakak dan Adikmu
disana?.” Setelah itu aku memulai aktivitasku, kuawali selalu dengan Bismillah,
aku tak pernah melupakan kebiasaan ini, karena ini adalah kebiasaan kita,
kebiasaan yang utama yang kita lakukan, apakah engkau melupakannya? aku harap
engkau tidak melupakan kebiasaan ini (aku tersenyum dan membayangkan indahnya
senyummu pula). Lalu aku pergi ke tempat dimana aku menuntut ilmu, tempat yang
mungkin engkau juga memilikinya disana, entah lebih bagus atau bagaimana
kondisinya, aku tidak tahu, tapi yang terpenting kita sama-sama untuk mencari
ilmu untuk menjadi seseorang yang dapat menegakkan agama Allah, apakah engkau ingat
itu? prinsip hidup kita, “Kita harus mencari ilmu untuk menegakkan agama
Allah”, aku harap engkau tidak melupakan hal ini pula. Aku sedang terduduk di
meja belajarku, dengan penuh kesungguhan aku belajar dan memperhatikan setiap
apa yang guruku ajarkan kepadaku, karena aku tidak mau tertinggal materi
pelajaran sedikitpun, kurasa engkau pun begitu disana, Tidak ingin meninggalkan
materi pelajaranmu sedikitpun karena ingin menjadi yang terbaik, betul kah
begitu?. Namun mimpiku serasa akan berakhir di hari ini, di meja belajarku ini,
entah mengapa hari ini ada sesuatu yang berbeda dengan hatiku, sedari pagi ada
sesuatu yang membuatku tak enak, aku sangat takut, sangat takut..
Ketakutanku di hari ini
ternyata terjadi, tiba-tiba muncul bunyi desingan peluru yang sangat keras
seolah menghancurkan gendang telingaku, terdengar dari setiap sudut, suara
menggelegar bom dan runtuhnya dinding-dinding bangunan, teriakan seorang anak
yang memanggil ibu dan ayahnya, jeritan dan tangisan orang-orang yang mencari
orang yang dikasihinya, aku tak mengerti apa yang terjadi, apa sebenarnya yang
terjadi, aku sungguh tidak tahu dan tidak mengerti, ketakutan menyelimuti
diriku, aku hanya bisa memejamkan mataku, menangis sembari mengucap asma-Nya,
aku takut, tubuhku dingin dan bergetar hebat, suara-suara itu semakin keras,
aku sungguh sangat takut. Brakkk! Sepertinya sesuatu menghantam tubuhku, aku
tak tahu mungkin itu reruntuhan dinding, aku tidak ingin membuka mataku dan
tidak ingin melihatnya, nyeri terasa di seluruh tubuhku, semuanya hitam, gelap
dan kelam, aku tak mengerti apa ini. “Apakah ini adalah hari akhir itu? Apakah
ini adalah hari dimana Israfil meniupkan sangkakalanya?” aku tidak tahu.
Tiba-tiba aku terbangun, berusaha menguatkan seluruh jiwaku untuk melihat apa yang
terjadi, rasa pusing yang sangat hebat terasa di kepalaku, penglihatanku buram,
hatiku berdebar kencang, namun aku ingin tahu apa yang terjadi, perlahan
kukumpulkan semua kekuatan yang tersisa padaku, pada saat itu aku memohon
kepada-Nya agar aku diberikan kekuatan sebesar apapun agar aku bisa mengetahui
apa yang terjadi, aku terus berdo’a dan menguatkan diriku, namun aku sudah tak
sanggup, rasanya mungkin aku akan mati pada saat itu, namun muncul dipikirku
wajah Ibuku, Ayahku, Kakak dan Adikku, keluarga dan saudaraku yang sangat aku
cintai, aku tersadar dan terpikir bagaimana dengan mereka, bagaimana kondisi
mereka, aku ingin melihat mereka, aku ingin memeluk dan mencium mereka, aku
ingin bersama mereka. Kau tahu, Dia memang Sang Maha Penolong dan Maha Pemberi,
aku merasakan kekuatan yang begitu hebat, rasa sakitku seketika hilang, tubuhku
yang lemah kini mulai bangkit, kugerakan tubuhku dan kumulai menyingkirkan satu
persatu reruntuhan yang menindih tubuhku, aku dapat melihat semuanya dengan
jelas, semua sahabatku tergeletak tak berdaya tertindih oleh meja belajar dan
reruntuhan gedung tempat belajarku, tubuhnya penuh dengan darah, melihat itu
aku hanya bisa menangis dan tiada henti meminta kekuatan kepada-Nya. Kucoba
panggil nama sahabat-sahabatku berkali-kali, namun tak ada satu suarapun dari
mereka, hanya gaungan suaraku yang terdengar. Ku hampiri mereka dan kucoba
mengangkat reruntuhan yang menutupi tubuh mereka, namun tidak ada satupun dari
mereka yang selamat, mereka sudah tiada, sudah tiada... Sahabat-sahabat
seperjuanganku telah pergi, aku telah kehilangan mereka. Aku terus berteriak,
mungkin akan ada yang menolongku, namun tiada juga yang datang menolongku,
longlonganku tak berarti, tapi aku tak menyerah, karena yang aku inginkan pada
saat itu adalah aku ingin bertemu dengan keluargaku, aku terus berusaha
menerobos reruntuhan dinding dihadapanku, terlihat sesosok guru-guruku yang tak
berdaya, ku hampiri namun mereka sudah tiada, guru-guru yang mengajariku kini
sudah pergi, aku hanya bisa menangis dan terus menangis. Rasa ingin bertemu
keluargaku semakin kuat, aku terus berjuang untuk dapat menemui mereka,
akhirnya aku dapat keluar dari reruntuhan gedung tempatku belajar itu,
aku lihat sekelilingnya, semua gedung hancur dan tiada berbentuk, semua orang
di sekitarku menangis, berteriak dan mencari-cari orang yang mereka sayangi,
tiada henti pula mereka menyebut asma-Nya, mayat bergeletakan dijalanan,
berlumuran darah dan bahkan ada yang tidak jelas bentuknya, bagian tubuhnya ada
yang hilang. Aku belum tahu apa yang terjadi, namun ku bergegas pulang
kerumahku, namun aku kesulitan mencari karena semua gedung di sekitar rumahku
hancur, aku sudah tak berdaya dan berpikir mungkin keluargaku telah tiada,
namun aku tetap berusaha untuk mencarinya, karena aku sangat menyayangi mereka,
kau tahu itu kan, aku sangat-sangat menyayangi mereka!. Akhirnya aku menemukan
reruntuhan rumahku, ku terjang reruntuhan rumahku, kucari keluargaku satu
persatu, pertama kutemukan sosok Ibuku tergeletak dengan tubuh yang tertutupi reruntuhan,
aku tak kuasa menahan tangisku, Ibuku yang sangat kucintai kini sudah tiada,
aku telah kehilangan dia, perlahan aku singkirkan reruntuhan itu, kuangkat
Ibuku ke sesuatu tempat yang cukup bersih dari reruntuhan, kuletakkan ia disana
karena aku harus mencari yang lain. Satu-persatu telah kutemukan, namun tiada
yang selamat, Ayahku kutemukan dalam keadaan tertimpa sebuah lemari buku
dirumahku, Kakakku tertindih reruntuhan dan tertusuk oleh kerangka besi tembok
rumahku, adikku ia berada di samping tak jauh dari kakakku, tubuhnya yang lemah
karena masih bayi tertindih oleh tembok yang cukup besar. Satu-persatu kubawa
mereka ke tempat dimana Ibuku diletakkan, aku sungguh sudah tidak kuat, aku
menangis dan terus menangis, kupandangi satu persatu wajahnya, kucermati
setiap bentuk tubuhnya, kupeluk dan kucium mereka satu persatu, dengan pelukan
dan ciuman yang seperti kulakukan di ritual pagiku. Kututup mereka dengan
sehelai kain putih yang kotor, dimana kain itu adalah sprei kasur Ibuku yang
tersangkut di reruntuhan, aku mendo’akan mereka dengan sepenuh hatiku, aku tak
boleh bersedih dan meratapi, aku harus berjuang kuat dan bersyukur karena Allah
masih menghendaki nikmat kehidupan untukku, mungkin agar aku bisa menolong
saudara-saudaraku yang lain, ya!, semua orang disini adalah keluargaku,
saudaraku dan aku harus menolong mereka. Dengan penuh keyakinan kutinggalkan
jenazah Ibu, Ayah, Kakak, dan Adikku, karena aku yakin Allah akan menjaganya,
dan aku yakin bahwa aku akan bertemu mereka di syurga nanti, aku tahu bahwa
mereka pergi karena mereka akan bertemu dengan-Nya, aku yakin itu. Lalu aku
pergi untuk mencari tahu mengapa ini terjadi, bagimana kondisi orang-orang di
sekitarku, bagaimana kondisi negaraku, dan bagaimana aku harus bertahan untuk
menolong semua saudaraku.
Saudaraku yang baik
hatinya, kini aku hidup bersama saudara-saudaraku yang masih diberikan
kesempatan hidup oleh-Nya, kami hidup dalam kesederhanaan dan apa adanya.
Mungkin memang kami harus bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh-Nya
akan nikmat hidup kami, namun hehidupan yang kami jalani disini sekarang tidak
seperti dulu lagi, hari-hari kami dipenuhi dengan ketakutan dan
kegelisahan,hari-hari kami diwarnai ancaman dari tentara-tentara yang kami
tidak tahu apa yang mereka inginkan, hari-hari kami dihiasi dengan suara-suara
desingan peluru, gelegar bom, mesin tank para musuh, tangisan dan jeritan
orang-orang yang kehilangan orang yang disayangi, rintihan orang-orang yang
sakit, lingkungan kami tidak indah seperti dulu, kini di setiap sudut terlihat
gedung-gedung telah hancur, dipinggir jalan tergeletak banyak jenazah, lumuran
darah sudah menjadi biasa untuk kami, fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah,
toko penjual makanan, bahkan masjid sekalipun hancur, kini kami tinggal hanya
diatapi oleh kain-kain yang tersisa di reruntuhan bangunan, pakaian kami pun
sudah tak karuan, kami pakai apa yang ada, yang paling sedih untuk kami adalah
sulitnya untuk beribadah kepada Allah, jangankan air untuk berwudhu atau mandi,
untuk minum pun sudah susah, tapi kami selalu tak melupakan shalat bagaimana
pun kondisi kami karena kami yakin Allah Maha Meringankan, kami juga sedih
karena tidak bisa membaca al-qur’an seperti dulu karena al-qur’an kami sudah
hancur, hanya selebaran-selebaran saja itupun kami temukan di reruntuhan
bangunan. Terkadang kami berpikir bahwa kami menyesal tidak memanfaatkan dengan
baik hidup kami sebelum ini terjadi, sungguh sangat begitu menyesal, tapi kami
kini mengerti mungkin ini adalah peringatan dari-Nya. Aku sudah tidak kuat untuk
menceritakan kondisiku dan kondisi saudaraku disini, yang terpenting untukku
kini terus mendekatkan diri kepada Allah di setiap detiknya, karena hanya
dengan itu aku dan saudaraku disini kuat untuk menghadapi hidup seperti ini,
jika kau tahu banyak saudaraku yang gila dan depresi akan kejadian ini, hingga
akhirnya mereka bunuh diri yang merupakan sesuatu yang tidak Allah sukai, tapi
mereka lakukan karena mereka merasa bahwa mereka sudah tidak memiliki
siapa-siapa lagi, mereka sudah tak memiliki masa depan lagi, hingga akhirnya
mereka memilih untuk melakukan hal yang mungkin dianggap bodoh oleh orang-orang
yang tidak merasakan hal ini, karena itu aku selalu terus tiada henti berdo’a
kepada-Nya karena hanya itu yang bisa kulakukan untuk menguatkan aku dan
menguatkan saudara-saudaraku disini. Kini banyak Ibu yang kehilangan anak-anak
dan suaminya, begitupun anak-anak yang kehilangan ayah dan ibunya mereka
yatim-piatu, begitupun aku yang sudah kehilangan semua keluarga yang sangat aku
cintai. Aku belum bisa percaya bahwa ini terjadi, namun inilah yang terjadi,
aku hanya yakin dan meyakinkan diriku bahwa ini adalah skenario yang terbaik
untuk jalan hidupku dan saudara-saudaraku disini. Aku hampir lupa menceritakan
apa penyebabnya kepadamu, ini semua terjadi karena adanya perselisihan dan
konflik antar kaum dan adanya permasalahan politik yang aku pun tidak begitu
mengerti, namun ya begitulah, coba kau cari tahu mengapa ini terjadi, karena
mungkin aku tidak bisa memikirkannya, jangankan memikirkan penyebabnya, memikirkan
apa yang harus kulakukan dan menghadapi kondisi seperti ini saja aku tidak
sempat, engkau mengerti bukan?, aku hanya berdo’a bahwa jika memang ada orang
yang ingin menghancurkan negaraku dan agamaku, aku mohon kepada-Nya untuk
membalas sesuai dengan perbuatannya kelak di hari pertanggunggjawaban seluruh
manusia kepada-Nya.
Saudaraku yang baik
hatinya, aku sungguh iri kepadamu, negaramu yang dalam keadaan aman dan damai,
disana engkau dapat dengan baik dan tenang melakukan seluruh aktivitasmu. Engkau
bisa belajar dengan baik dan tenang, tidak sepertiku disini ketika belajar
hatiku tidak tenang dengan berbagai ancaman. Engkau mungkin masih bisa makan
dengan enak, nikmat, dan tenang hingga kenyang juga mudah untuk mendapatkannya,
tidak sepertiku disini untuk mendapatkan makanan perlu berjuang saling
memperebutkan walau itu hanya satu suap. Engkau masih memiliki Ayah, Ibu,
Kakak, Adik, Keluarga, tidak sepertiku disini yang sudah kehilangan Ayah, Ibu,
Kakak, Adik dan keluarga, bisa mencium dan memeluknya dan mengatakan “Aku
sangat mencintai kalian karena Allah” di setiap detiknya. Dan yang paling
mebuatku iri adalah ketika engkau dapat beribadah dengan baik dan khusyuk,
shalat berjamaah di masjid, membaca al-qur’an dengan baik dan al-qur’anmu bagus
dan terjaga. Ah... Namun tiada gunanya aku iri kepadamu, karena itu tidak dapat
mengembalikan kehidupanku ke masa dulu yang mungkin sepertimu saat ini. Jangan
engkau sia-siakan kehidupanmu saudaraku, teruslah bersyukur. Karena kita tidak
tahu apa yang akan terjadi di hari esok, lusa, dan seterusnya dan tidak
selamanya kehidupan itu sesuai dengan yang kita pikirkan juga inginkan,
terbukti ketika aku tidak pernah memikirkan bahwa negaraku, Suriah akan
menjadi seperti ini sekarang, tapi nyatanya semua ini terjadi, bisa sajakah ini
pun terjadi pada dirimu dan saudara-saudaramu di negeramu? Wallahu’alam
Bishawwab, hanya Allah yang Maha Tahu.
Saudaraku yang baik
hatinya, aku menyempatkan menulis surat untukmu agar suatu waktu jika engkau
lupa akan kondisiku, aku bisa mengingatkanmu, aku menyempatkan menulis ini di
tempat pengungsianku dengan diiringi suara-suara menakutkan itu, mungkin ada
beberapa bercak darah di lembar kertas ini, darah itu adalah darahku dan darah
saudaraku, yang merupakan saudaramu juga, karena aku menuliskan surat ini
sembari menolong saudara-saudara kita, meski aku tak tahu bagaimana cara
mengirimkan surat ini padamu, aku tak tahu apakah surat ini akan sampai padamu
atau tidak, aku tak tahu Aku menceritakan ini padamu agar engkau tahu inilah yang
terjadi di negaraku, sudah kukatakan padamu setelah membaca surat ini engkau
menganggap ini penting atau tidak, itu kuserahkan padamu, namun jika engkau
menganggap ini tidak penting, maka aku pikir justeru engkau yang sudah gila.
Tidak banyak harapanku aku hanya ingin semuanya berakhir, aku ingin negaraku
kembali seperti dulu yang mungkin ini sesuatu yang tidak mungkin namun harapan
itu masih ada aku yakin, mungkin engkau bisa berusaha untuk mewujudkan
harapanku dan saudara-saudaramu disini? Ah, aku pun tak bisa memaksamu untuk
itu, jika memang engkau mau, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuanmu, yang
terpenting adalah seuntai do’amu untukku dan saudara-saudaramu disini, karena
do’amu sangat berharga untuk kami disini. Harapan terbesarku adalah engkau
dapat berjuang untuk menegakkan agama kita, Agama Islam dimanapun engkau berada
dan bersama-sama dengan saudaramu yang lainnya untuk mewujudkan itu, karena
terlalu kecil kemungkinanku untuk itu.
Sahabatku yang baik
hatinya, mungkin ketika setelah engkau membaca surat ini engkau akan berusaha
mencariku, tak perlu engkau lakukan itu, karena aku akan baik-baik saja dan
jika aku memang aku telah tiada, maka aku berharap telah syahid dijalan-Nya,
Insyaallah. Karena aku yakin meski aku tak bertemu denganmu di dunia ini, aku
yakin bahwa kita akan bertemu di syurga-Nya kelak. Jika engkau menangis setelah
membaca surat maka cukuplah engkau menangis sekejap, jangan terlalu lama engkau
menangisi apa yang telah aku ceritakan padamu akan kondisi negaraku, karena aku
dan saudara-saudaramu disini tak membutuhkan tangisanmu, kami butuh perjuangan
dan semangatmu untuk berusaha mewujudkan berbagai macam mimpi kami disini yang
tidak bisa kami capai. Jika setelah membaca surat ini engkau mengingat kami,
maka teruslah untuk mengingat kami, mengingatku dan saudara-saudaramu disini
juga saudara-saudara kita yang lain dimanapun mereka berada, jangan lupakan
kami, dan terus do’akan kami.
Saudaraku yang baik
hatinya, simpanlah baik-baik surat ini, jika ingin engkau berikan, maka berikanlah
kepada mereka yang tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu tentang kami,
agar mereka mengetahui bagaimana kondisi kami, walaupun pada akhirnya mereka
akan peduli atau tidak. Ceritakan dan ingatkan saudara-saudara kita yang lain
bahwa saudara-saudaranya disini sedang dalam kondisi yang sangat-sangat
memerlukan bantuan dan perhatian walaupun hanya seuntai do’a dari mereka semua.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Suriah, 1433H
Saudaramu yang Sangat mencintaimu
Tangisku tak
terbendung. Kusimpan surat itu dalam kotak milikku, kusimpan isi surat itu
dalam hati dan pikirku. Senja itu adalah senja terindah untukku, kurasakan
semua makhluk bertasbih kepada Sang Maha Pencipta, Allah Subhanahuwata’ala.
@#$%%$#@
Aku terbangun, Subhanallah
Walhamdulillah Wa Laa Ilaha Ilallahu Allahu Akbar. Ternyata aku bermimpi,
mimpi yang sungguh sangat luar biasa, mimpi yang sangat-sangat berarti untuk
hidupku, karena kini aku tahu sesuatu yang hilang dalam pikirku, yaitu
saudara-saudaraku dimanapun mereka berada, aku telah lama melupakan mereka, aku
hanya memikirkan hidupku dan menikmati apa yang Allah berikan tanpa ingat akan
saudara-saudaraku, jangankan memberi sesuatu, mendo’akan ataupun mengingatnya
saja aku tak pernah, memang sungguh egois diriku. Tapi aku tahu bahwa kini aku
tak boleh melupakan mereka, aku harus selalu mengingat mereka, meski aku tak
dapat memberi sesuatu yang dapat mereka rasakan, namun untaian do’a yang
terbaik adalah sesuatu yang bisa aku berikan dimanapun aku berada. Aku bergegas
untuk berwudhu, hati dan pikirku sudah tak tertahan ingin mencurahkan semua ini
kepada-Nya, memohon maaf akan khilafku , merenungkan apa yang telah aku perbuat
dan berdo’a untuk saudara-saudaraku. Kini jiwaku telah merasa utuh, kekosongan
dalam hatiku telah terisi, diriku merasa harus sangat lebih bersyukur di setiap
detik hidupku dengan terus berusaha tetap Istiqamah di jalan-Nya dan
mendekatkan diri kepada-Nya.
Sumber FSLDK Baraya