Kamis, 26 Juli 2012

Kisah kasih kehidupan # part seven

Assalamualaikum wr.wb...

Apakabar iman'y hari ini. . .?? smoga selalu mengingat (ﷲ) allah dan baik-baik saja ^-^
Apakabar'y sahabat...? smoga selalu diberikan nikmat sehat oleh (ﷲ) allah .. aamiin.. insyaallah ...:)

    Semangaaaaattttttttt pagiiiiiiiiiii ^o^ (walaupun sudah malam harus tetap semangat .. hihi)
mmm... ega kali ini agy pingin banget jalan-jalan ke pantai... seharian tadi alhamdulillah ega lihat pemandangan subhanaallah yang bagus-bagus, lihat kebun teh walini, lihat kebun karet, lihat hamparan sawah, lihat gunung-gunung, lihat jembatan cisoka (kalau ga salah nama'y itu pokok'y yang deket tol cipularang gitu ~,~), lihat deretan rumah2 penduduk yang begitu bagus deket tol cipularang... subhaanaallah seperti luas sekali, sungguh hebat yach ciptaanNYA. .
     Hampir kalau berangkat ke Bandung, pasti ega selalu disuguhkan pemandangan yang luar biasa hebat seperti itu, ga kebayang pokoknya tak ada yang sekaya dan sehebat kecuali Sang Pencipta yaitu (ﷲ) allah swt. kalau sombong atau mengaku diri ini hebat rasanya malu sekali karena ada Sang Pencipta yang lebih hebat segala-galanya. . .
       Yang ega liat tadi baru sebagian kecilnya saja belum yang lainnya, contohnya seperti pemandangan dipantai...hehe (apa hubungannya ᶫ᷂ᶫ??)... Rasanya ingin sekali ega lihat pantai, lihat matahari terbenam, lihat ombak, lihat perahu ...


ega ingin sekali bermain pasir pantai yang putih, yang lembut, yang selalu bersinar-sinar. Yang bisa ega tulis-tulis sesuatu diatas pasirnya dan sewaktu-waktu disapu oleh ombak yang selalu berkunjung ketepi... Rasanya ingin sekali bertemu lautan yang kalau ega lihat jauh seperti tak ada ujungnya, seperti dikejauhan terlihat bumi yang lain sangat jauh sekali ....
    Bermain-main disisi pantai, bermain sepedah, berlari-lari, bermain air rasanya seperti bebas . . .
melihat air yang bening seperti intan, berwarna hijau dan biru kadang kalau ketepi seperti lapisan kaca rasanya seperti indah. . .
Birunya laut menyatu dengan birunya langit seperti tak ada pemisahnya dihiasi awan-awan putih, subhanaallah sepertinya sungguh indah karya cipta yang () Allah berikan di dunia ini...ᴖ͜ᴖ 
              Lihat perahu dan hewan laut seperti lumba-lumba, ikan, kura-kura, bintang laut dsb semua itu ga bisa ega temui di daratan. . . 

  



           Dan yang paling sangat ega ingin lihat saat melihat matahari terbenam dimana detik-detik bumi akan mengubah wujudnya menjadi malam di situ terlihat matahari seperti ditelan oleh bumi, yang tadinya bulat, lama-lama lenyap seperti tertelan oleh permukaan, warna lautpun berubah menjadi orange kecoklatan dan akhirnya gelap... subhanaallah,,


rasanya ega suka banget pantai, ingin punyai sebuah rumah yang berada disisi pantai bisa melihat terbit dan terbenamnya matahari, mendengarkan deburan ombak, rasanya damai, dan keren...hehehe. . .
        wow, pokoknya imajinasiku malam ini  ingin sekali pergi ke pantai, selalu ingin melihat mahakaryaNYA yang begitu luar biasa hebat tidak ada yang menandingi . . . ♥ . . .mmm, suatu saat pingin sekali berkunjung ke pantai yang indah di INDONESIA :) (kalau bisa di seluruh dunia. . .heheh)





By Mega Puspitasari

Minggu, 22 Juli 2012

Arti sebuah waktu ײַ♦ Renungan ײַ♦

Assalamualaikum wr.wb....

Apakabar iman'y hari ini . . .?? Insyaallah semoga dalam lindungan dan selalu mengingat allah . . . ᴖ͜  ᴖ
Apakabar'y hari ini sahabat...?? Insyaallah smoga selalu diberikan nikmat kesehatan untuk menjalankan aktivitas hari ini. . . 


            Sebelum beraktivitas jangan lupa baca basmalah agar selalu diberikan kelancaran, kemudahan dan kesuksesan untuk menjalankannya . . ;)
Sahabat, pernahkah kita bermuhasabah..? merenungi setiap detik nikmat-nikmat yang pernah kita dapatkan. Ega pagi ini sedang membaca buku "Surat dari Tuhan", iseng-iseng habis subuh langsung buka buku dan menemukan sebuah bacaan apa arti setiap waktu yang kita jalani... 

            Coba kita bayangkan bersama. Ada sebuah bank yang memberi kita pinjaman uang sejumlah Rp.86.400,- setiap paginya. Tanpa pernah putus, uang itu harus kita gunakan. Pada malam harinya, bank akan menghapus sisa uang yang tidak kita gunakan selama satu hari. Coba tebak, apa yang kira-kira kita lakukan ? Tentu saja berjuang menghabiskan semua uang pinjaman itu tanpa kecuali.
           Pada dasarnya setiap diri kita memiliki bank semacam itu. Kita menyebutnya dengan "Waktu". Setiap pagi, ia akan memberikan kita 86.400 detik. Pada malam harinya ia akan menghapus sisa waktu yang tidak kita gunakan untuk tujuan baik karena ia tidak memberikan sisa waktunya pada kita semua. Ia juga tidak memberikan waktu tambahan. Setiap hari ia akan membuka satu rekening baru untuk kita. Setiap malam ia akan menghanguskan yang tersisa. Jika kita tidak menggunakannya maka kerugian akan menimpa diri kita. Kita tidak bisa menariknya kembali. Bahkan, kita tidak bisa meminta "uang muka" untuk keesokan harinya, Kita harus hidup didalam simpanan hari ini. Maka dari itu, Investasikanlah untuk kesehatan, kebahagiaan dan kesuksesan kita.

Oleh sabab itu . . .

Agar tahu pentingnya waktu 1 tahun, tanyakanlah pada murid yang gagal kelas.
Agar tahu pentingnya waktu 1 tahun bulan, tanyakanlah pada ibu yang melahirkan bayi prematur.
Agar tahu pentingnya waktu 1 minggu, tanyakanlah pada editor majalah mingguan.
Agar tahu pentingnya waktu 1 jam, tanyakanlah pada kekasih yang menunggu untuk bertemu.
Agar tahu pentingnya waktu 1 menit, tanyakanlah pada orang yang ketinggalan pesawat.
Agar tahu pentingnya waktu 1 detik, tanyakanlah pada orang yang baru saja terhindar dari kecelakaan.
Agar tahu pentingnya waktu 1 mili detik, tanyakanlah pada peraih medali perak Olimpiade. . . .






By Mega Poespitasari


Sabtu, 21 Juli 2012

♥ Sepucuk Surat dari Suriah ♥

Assalamualaikum wr.wb...




      Malam itu udara dingin menusuk tulangku, aku terdiam dalam diam, hanya hembus napas dan bunyi detak jantungku yang kudengar bersamaan dengan bunyi jam dindingku yang menunjukkan bahwa setiap detik waktuku telah ku lewati dalam diam malam itu. Aku terduduk dihadapan jendela kamarku yang menampakkan indahnya langit malam, hiasi bulan yang memancarkan sinarnya dan bintang-bintang bertaburan menambah indahnya kekuasaan Sang Maha Pencipta Kupandangi dengan seksama setiap bagian keindahan malam itu. Hatiku tak henti mengucap asma.-Nya, berzikir dan terus mengagungkan-Nya. Air mataku tak terasa membasahi kedua mataku, jantungku semakin cepat berdetak, pikiranku melambung jauh memikirkan sesuatu namun entah apa, dalam hati diriku mengadu pada-Nya "Ya Allah,indahnya hari ini untukku aku bersyukur atas semua nikmat dari-Mu kini aku dapat menikmati indahnya malam ini namun mengapa hari ini seperti ada bagian yang kosong merasa seperti kehilangan merasa ada sesuatu yang membuatku merasa tak pantas untuk menerima semua yang telah Engkau beri merasa bahwa seharunya tidak hanya aku yang merasakan indahnya malam ini apakah aku telah melupakan sesuatu ? Tapi apa itu ? Begitu kerasnya kah hatiku hingga aku melupakan sesuatu itu dan juga tidak mengetahuinya ? Begitu egois kah aku hanya memikirkan kebahagiaan hidupku saja hingga aku melupakan sesuatu yang seharusnya bisa aku rasakan ? Ya Allah maafkanlah aku ?".
      Jam dinding dikamarku terus berdetak, menunjukkan waktu sudah pukul 11 malam. Udara semakin menusuk tulangku, hatiku masih merasa kehilangan sesuatu kini mataku sebam karena telah cukup lama aku menangis, menangis rasa kegelisahanku, kuputuskan untuk segera tidur agar aku dapat bangun disepertiga malam nanti, mencurahkan isi hatiku yang gundah ini kepada-Nya, bercengkerama dengan-Nya dalam kekhusyukkan. Kurapikan tempat tidurku, ku matikan lampu kamarku, kutarik sehelai selimut tebal untuk mengurani rasa dingin yang menusuk tulangku, tiada henti hati, pikiran dan lisanku mengucap asama-Nya Subhanaallah, Walhamdulillah, Wa laa illaha ilallahu Allahu Akbar berharap diriku bisa bertemu dengan-Nya disuatu tempat yang indah dalam mimpiku... Aamiin... akhirnya mataku terpejam dan diriku telah terlelap dalam tidur...

                                                                              @#$%%$#@

      Seorang wanita paruh baya dengan seorang anak kecil menghampiri diriku yang sedang terduduk di atas sebuah batu di samping sungai yang mengalirkan airnya yang jernih di sekelilingnya dihiasi bunga-bunga yang cantik membuat hatiku sangat damai. Kini wanita paruh baya dan anak itu semakin dekat menghampiri diriku, kulontarkan senyum pada mereka dan mereka pun membalasnya dengan senyum yang sangat menghangatkan hatiku. Semakin dekat dan semakin jelas kini ku melihat wajah mereka wajah wanita paruh baya itu sangatlah cantik dan bercahaya tubuhnya terlindungi dengan seuntai jilbab putih yang panjang begitu pula anak kecil itu terlindungi dengan jilbab yang membuatnya terlihat seperti bidadari kecil. Subhanaallah anak itu berlari kecil menghampiriku, sesekali ia berbalik kepada wanita paruh baya itu untuk mengisyarakan agar bersegera dan mempercepat langkahnya senyum simpul di wajah keduanya tetap menghiasi seolah tak ingin kehilangan senyumnya itu untukku. Anak itu sampai terlebih dahulu di hadapku, matanya yang bulat memancarkan sinar ketulusan napasnya terengah-ngah namun senyum simpul di bibirnya tak hilang sedikitpun, ia memandangku dengan baik, begitupun aku membalas memandangya dengan penuh ketulusan "Ibu ayo cepat, aku sudah sampai aku sangat bahagia. ayo cepat bu, kemari". Ternyata wanit paruh baya itu adalah ibu dari anak itu. Ibunya mempercepat langkahnya hingga akhirnya sampai dihadapanku, tepat disamping anak itu, napasnya terengah-ngah namun senyumnya tetap bertahan diwajanya seolah tak ingin sedikitpun hilang dari wajahnya lalu keduanya mengucapkan salam "Assalamualaiku Wr.Wb" dengan terus aku mempertahankan senyumku untuk keduanya. Tanpa ragu anak itu memelukku dengan erat pelukannya sungguh tulus menghangatkan tubuhku, ia mencium keningkku dan sembari mengelus kedua pipiku dan semakin erat setelah itu ia memelukku. Lalu sang Ibu berkata "Sudah nak kita harus bersegera waktu kita tidak banyak". suaranya yang lembut dan sedikit serak terlontar pada kami yang sedang menikmati hangatnya pelukan itu. Ibunya tersenyum penuh harap padaku, matanya menatap lembut diriku. Anak itu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya sebuah kertas coklat yang kusam tergulung rapi dengan terikat oleh daun bambu yang sudah kering ia meniup dan mengusap gulungan kertas itu dengan lembut seolah memastikan bahwa tidak ada debu di kertas itu, ia menatapnya lalu memeluknya gulungan kertas itu kedadanya mata bulatnya tertutup sepertinya ia sedang berdoa dengan sangat penuh harap, lalu gulungan kertas itu ia berikan padaku tepat dihadapanku ia berkata, "Aku sangat percaya bahwa kau akan memahami dengan baik isi gulungan kertas ini aku percaya bahwa kau dapat menolongku, ibuku, ayahku, kakak dan adikku dan semua saudaraku aku sangat bahagia bertemu denganmu. Allah telah mengabulkan permohonan dalam doaku dan engaku adalah jawaban atas permohonanku engaku adalah seseorang yang sangat aku tunggu seseorang yang akan aku sayangi mulai hari ini hingga mungkin aku telah tiada nanti karena Allah lah aku bertemu denganmu karena Allah lah juga aku percaya bahwa engkau dapat menolongku hanya karena Allah aku bisa menyampaikan ini padamu aku mencintaimu karena allah. Aku menunggumu kini aku telah bertemu denganmu aku sampaikan ini padamu, aku harus segera pergi untuk menyampaikan kepada yang lain aku sangat menyayangimu meski aku tak bisa berlama-lama memelukmu dan bersamamu tapi aku yakin allah akan mempertemukan aku dan kamu di tempat dan waktu yang terbaik." Anak itu lalu memelukku sangat erat, air matanya kurasakan membasahi baju lengan kananku. Ibunya pun ikut memelukku dengan sangat lembut air mataku tak terbendung, kutertegun dalam pelukan yang sangat-sangat hangat itu. Perlahan mereka melepas pelukannya dariku, mereka tersenyum sembari mengusap air mata  di pipi mereka. "Karena Allah pertemuan ini terjadi lakukanlah segala sesuatunya hanya karena allah. Kami yakin engkau dapat membantu kami dengan semua kemampuanmu dan dalam bentuk apapun yang terbaik yang dapat engkau berikan, kami harus pergi, semoga Allah mengizinkan kita bertemu kembali dimanapun dan kapanpun itu, aku mencintaimu karena Allah,” anak kecil itu pun mengatakan kalimat yang diucapkan Ibunya diakhir secara bersamaan, “Aku mencintaimu karena Allah.” Ucapan itu sangat lembut dan menggetarkan hatiku, kubalas sepenuh hatiku “Aku pun mencintai kalian karena Allah”. Mereka tersenyum dan mengucapkan salam “Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,” berbalik dan berjalan dengan penuh keyakinan, semakin cepat dan sesekali berbalik untuk melihatku, tersenyum dan melambaikan tangan. Ingin rasanya aku mengikuti mereka, namun semakin cepat mereka melangkah, semakin cepat dan terus semakin cepat seolah aku tak dapat mengejarnya, kini sosok mereka seperti dua buah titik yang sangat jauh, sosoknya hilang seperti siluet yang tenggelam di waktu senja. Aku hanya terdiam, ditemani oleh matahari yang akan bersiap tenggelam dalam senja, hening dan begitu tenang, air sungai yang bergemericik, hembusan angin yang menghampiriku dan suara-suara binatang di senja itu bersatu menjadi harmoni yang indah, sangat indah. Kupandangi gulungan kertas yang telah lama kugenggam, hatiku tak mengerti apa maksud ini semua, diriku bertanya dalam hati “Apa isi gulungan kertas ini? Mengapa mereka memberikannya kepadaku?”. Perlahan kubuka dengan apik daun bambu yang mengikat gulungan itu, aku tak ingin gulungan itu rusak sedikitpun, lalu kubuka dengan perlahan gulungan kertas itu, ternyata itu adalah selembar kertas yang sepertinya sudah cukup kotor dengan tulisan yang ditulis dengan tinta hitam yang mungkin juga sudah hampir kering, namun masih bisa kubaca tulisan di kertas itu dengan jelas, dengan penuh keyakinan dan kesungguhan, kubaca lembaran kertas itu:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Saudaraku yang baik hatinya, dimanapun kini engkau berada. Semoga engkau dalam keadaan sehat dan baik, dalam keadaan iman yang kuat, azzam yang kokoh dan hati yang selalu bersyukur. Begitupun dengan diriku, aku selalu berusaha untuk menjaga kesehatan dan kondisiku, menjaga kekuatan imanku, mengokohkan azzamku dan bersyukur selalu kepada-Nya, meski aku tahu ini sangat sulit untukku, namun aku selalu berusaha untuk itu, karena mungkin kondisiku kini berbeda denganmu, kini aku dalam kondisi yang sangat-sangat tak pernah kubayangkan dalam pikirku.

Saudaraku yang baik hatinya, aku sudah cukup lama menunggumu, menunggu untuk menyampaikan ini semua kepadamu, sejujurnya aku berharap engkau yang akan dengan sendirinya mengetahui kondisiku dan saudaraku disini yang mereka adalah saudaramu juga, tapi dirimu tak kunjung mengetahuinya, mungkinkah engkau tidak tahu atau mungkinkah engkau tidak ingin tahu bagaimana kondisi kami disini, aku tak tahu, yang terpenting sekarang adalah aku sudah menemukanmu, menemukan orang yang sudah lama aku nanti, tak penting lagi apakah engkau peduli atau tidak padaku dulu. Banyak yang ingin kuceritakan padamu, sangat banyak, aku tahu mungkin ini tidak penting bagimu dengan berbagai macam kesibukanmu yang kini sedang engkau jalani, tapi engkau harus tahu bahwa ini penting untukku dan penting untuk saudaramu disini, aku mohon dengarkan semua ceritaku, setelah itu aku tak peduli engkau akan menganggap ini penting ataukah biasa saja, kuserahkan padamu.

Saudaraku yang baik hatinya, ceritaku dimulai ketika aku merasa sedang berada dalam kondisi terbaikku, pagi itu seusai aku sarapan, seperti biasa aku melakukan ritual yang penting untukku yaitu memeluk dan mencium Ayah, Ibu, Kakak dan Adikku, mengucapkan kata “Aku sangat mencintai kalian karena Allah, aku selalu ingin bersama kalian, do’akan agar aku bisa menjadi seseorang yang bermanfaat untuk semua orang disekitarku,” dengan tersenyum selebar mungkin dan tulus juga penuh kasih, aku tak ingin menyia-nyiakan hariku, karena aku tak tahu sampai kapan aku bisa melakukan ritual ini kepada mereka, engkau tahu bukan bahwa aku sangat menyayangi mereka? begitupun engkau menyayangi Ayah, Ibu, Kakak dan Adikmu disana?.” Setelah itu aku memulai aktivitasku, kuawali selalu dengan Bismillah, aku tak pernah melupakan kebiasaan ini, karena ini adalah kebiasaan kita, kebiasaan yang utama yang kita lakukan, apakah engkau melupakannya? aku harap engkau tidak melupakan kebiasaan ini (aku tersenyum dan membayangkan indahnya senyummu pula). Lalu aku pergi ke tempat dimana aku menuntut ilmu, tempat yang mungkin engkau juga memilikinya disana, entah lebih bagus atau bagaimana kondisinya, aku tidak tahu, tapi yang terpenting kita sama-sama untuk mencari ilmu untuk menjadi seseorang yang dapat menegakkan agama Allah, apakah engkau ingat itu? prinsip hidup kita, “Kita harus mencari ilmu untuk menegakkan agama Allah”, aku harap engkau tidak melupakan hal ini pula. Aku sedang terduduk di meja belajarku, dengan penuh kesungguhan aku belajar dan memperhatikan setiap apa yang guruku ajarkan kepadaku, karena aku tidak mau tertinggal materi pelajaran sedikitpun, kurasa engkau pun begitu disana, Tidak ingin meninggalkan materi pelajaranmu sedikitpun karena ingin menjadi yang terbaik, betul kah begitu?. Namun mimpiku serasa akan berakhir di hari ini, di meja belajarku ini, entah mengapa hari ini ada sesuatu yang berbeda dengan hatiku, sedari pagi ada sesuatu yang membuatku tak enak, aku sangat takut, sangat takut..

Ketakutanku di hari ini ternyata terjadi, tiba-tiba muncul bunyi desingan peluru yang sangat keras seolah menghancurkan gendang telingaku, terdengar dari setiap sudut, suara menggelegar bom dan runtuhnya dinding-dinding bangunan, teriakan seorang anak yang memanggil ibu dan ayahnya, jeritan dan tangisan orang-orang yang mencari orang yang dikasihinya, aku tak mengerti apa yang terjadi, apa sebenarnya yang terjadi, aku sungguh tidak tahu dan tidak mengerti, ketakutan menyelimuti diriku, aku hanya bisa memejamkan mataku, menangis sembari mengucap asma-Nya, aku takut, tubuhku dingin dan bergetar hebat, suara-suara itu semakin keras, aku sungguh sangat takut. Brakkk! Sepertinya sesuatu menghantam tubuhku, aku tak tahu mungkin itu reruntuhan dinding, aku tidak ingin membuka mataku dan tidak ingin melihatnya, nyeri terasa di seluruh tubuhku, semuanya hitam, gelap dan kelam, aku tak mengerti apa ini. “Apakah ini adalah hari akhir itu? Apakah ini adalah hari dimana Israfil meniupkan sangkakalanya?” aku tidak tahu. Tiba-tiba aku terbangun, berusaha menguatkan seluruh jiwaku untuk melihat apa yang terjadi, rasa pusing yang sangat hebat terasa di kepalaku, penglihatanku buram, hatiku berdebar kencang, namun aku ingin tahu apa yang terjadi, perlahan kukumpulkan semua kekuatan yang tersisa padaku, pada saat itu aku memohon kepada-Nya agar aku diberikan kekuatan sebesar apapun agar aku bisa mengetahui apa yang terjadi, aku terus berdo’a dan menguatkan diriku, namun aku sudah tak sanggup, rasanya mungkin aku akan mati pada saat itu, namun muncul dipikirku wajah Ibuku, Ayahku, Kakak dan Adikku, keluarga dan saudaraku yang sangat aku cintai, aku tersadar dan terpikir bagaimana dengan mereka, bagaimana kondisi mereka, aku ingin melihat mereka, aku ingin memeluk dan mencium mereka, aku ingin bersama mereka. Kau tahu, Dia memang Sang Maha Penolong dan Maha Pemberi, aku merasakan kekuatan yang begitu hebat, rasa sakitku seketika hilang, tubuhku yang lemah kini mulai bangkit, kugerakan tubuhku dan kumulai menyingkirkan satu persatu reruntuhan yang menindih tubuhku, aku dapat melihat semuanya dengan jelas, semua sahabatku tergeletak tak berdaya tertindih oleh meja belajar dan reruntuhan gedung tempat belajarku, tubuhnya penuh dengan darah, melihat itu aku hanya bisa menangis dan tiada henti meminta kekuatan kepada-Nya. Kucoba panggil nama sahabat-sahabatku berkali-kali, namun tak ada satu suarapun dari mereka, hanya gaungan suaraku yang terdengar. Ku hampiri mereka dan kucoba mengangkat reruntuhan yang menutupi tubuh mereka, namun tidak ada satupun dari mereka yang selamat, mereka sudah tiada, sudah tiada... Sahabat-sahabat seperjuanganku telah pergi, aku telah kehilangan mereka. Aku terus berteriak, mungkin akan ada yang menolongku, namun tiada juga yang datang menolongku, longlonganku tak berarti, tapi aku tak menyerah, karena yang aku inginkan pada saat itu adalah aku ingin bertemu dengan keluargaku, aku terus berusaha menerobos reruntuhan dinding dihadapanku, terlihat sesosok guru-guruku yang tak berdaya, ku hampiri namun mereka sudah tiada, guru-guru yang mengajariku kini sudah pergi, aku hanya bisa menangis dan terus menangis. Rasa ingin bertemu keluargaku semakin kuat, aku terus berjuang untuk dapat menemui mereka, akhirnya aku dapat keluar dari reruntuhan  gedung tempatku belajar itu, aku lihat sekelilingnya, semua gedung hancur dan tiada berbentuk, semua orang di sekitarku menangis, berteriak dan mencari-cari orang yang mereka sayangi, tiada henti pula mereka menyebut asma-Nya, mayat bergeletakan dijalanan, berlumuran darah dan bahkan ada yang tidak jelas bentuknya, bagian tubuhnya ada yang hilang. Aku belum tahu apa yang terjadi, namun ku bergegas pulang kerumahku, namun aku kesulitan mencari karena semua gedung di sekitar rumahku hancur, aku sudah tak berdaya dan berpikir mungkin keluargaku telah tiada, namun aku tetap berusaha untuk mencarinya, karena aku sangat menyayangi mereka, kau tahu itu kan, aku sangat-sangat menyayangi mereka!. Akhirnya aku menemukan reruntuhan rumahku, ku terjang reruntuhan rumahku, kucari keluargaku satu persatu, pertama kutemukan sosok Ibuku tergeletak dengan tubuh yang tertutupi reruntuhan, aku tak kuasa menahan tangisku, Ibuku yang sangat kucintai kini sudah tiada, aku telah kehilangan dia, perlahan aku singkirkan reruntuhan itu, kuangkat Ibuku ke sesuatu tempat yang cukup bersih dari reruntuhan, kuletakkan ia disana karena aku harus mencari yang lain. Satu-persatu telah kutemukan, namun tiada yang selamat, Ayahku kutemukan dalam keadaan tertimpa sebuah lemari buku dirumahku, Kakakku tertindih reruntuhan dan tertusuk oleh kerangka besi tembok rumahku, adikku ia berada di samping tak jauh dari kakakku, tubuhnya yang lemah karena masih bayi tertindih oleh tembok yang cukup besar. Satu-persatu kubawa mereka ke tempat dimana Ibuku diletakkan, aku sungguh sudah tidak kuat, aku menangis dan terus menangis, kupandangi satu persatu  wajahnya, kucermati setiap bentuk tubuhnya, kupeluk dan kucium mereka satu persatu, dengan pelukan dan ciuman yang seperti kulakukan di ritual pagiku. Kututup mereka dengan sehelai kain putih yang kotor, dimana kain itu adalah sprei kasur Ibuku yang tersangkut di reruntuhan, aku mendo’akan mereka dengan sepenuh hatiku, aku tak boleh bersedih dan meratapi, aku harus berjuang kuat dan bersyukur karena Allah masih menghendaki nikmat kehidupan untukku, mungkin agar aku bisa menolong saudara-saudaraku yang lain, ya!, semua orang disini adalah keluargaku, saudaraku dan aku harus menolong mereka. Dengan penuh keyakinan kutinggalkan jenazah Ibu, Ayah, Kakak, dan Adikku, karena aku yakin Allah akan menjaganya, dan aku yakin bahwa aku akan bertemu mereka di syurga nanti, aku tahu bahwa mereka pergi karena mereka akan bertemu dengan-Nya, aku yakin itu. Lalu aku pergi untuk mencari tahu mengapa ini terjadi, bagimana kondisi orang-orang di sekitarku, bagaimana kondisi negaraku, dan bagaimana aku harus bertahan untuk menolong semua saudaraku.

Saudaraku yang baik hatinya, kini aku hidup bersama saudara-saudaraku yang masih diberikan kesempatan hidup oleh-Nya, kami hidup dalam kesederhanaan dan apa adanya. Mungkin memang kami harus bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh-Nya akan nikmat hidup kami, namun hehidupan yang kami jalani disini sekarang tidak seperti dulu lagi, hari-hari kami dipenuhi dengan ketakutan dan kegelisahan,hari-hari kami diwarnai ancaman dari tentara-tentara yang kami tidak tahu apa yang mereka inginkan, hari-hari kami dihiasi dengan suara-suara desingan peluru, gelegar bom, mesin tank para musuh, tangisan dan jeritan orang-orang yang kehilangan orang yang disayangi, rintihan orang-orang yang sakit, lingkungan kami tidak indah seperti dulu, kini di setiap sudut terlihat gedung-gedung telah hancur, dipinggir jalan tergeletak banyak jenazah, lumuran darah sudah menjadi biasa untuk kami, fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah, toko penjual makanan, bahkan masjid sekalipun hancur, kini kami tinggal hanya diatapi oleh kain-kain yang tersisa di reruntuhan bangunan, pakaian kami pun sudah tak karuan, kami pakai apa yang ada, yang paling sedih untuk kami adalah sulitnya untuk beribadah kepada Allah, jangankan air untuk berwudhu atau mandi, untuk minum pun sudah susah, tapi kami selalu tak melupakan shalat bagaimana pun kondisi kami karena kami yakin Allah Maha Meringankan, kami juga sedih karena tidak bisa membaca al-qur’an seperti dulu karena al-qur’an kami sudah hancur, hanya selebaran-selebaran saja itupun kami temukan di reruntuhan bangunan. Terkadang kami berpikir bahwa kami menyesal tidak memanfaatkan dengan baik hidup kami sebelum ini terjadi, sungguh sangat begitu menyesal, tapi kami kini mengerti mungkin ini adalah peringatan dari-Nya. Aku sudah tidak kuat untuk menceritakan kondisiku dan kondisi saudaraku disini, yang terpenting untukku kini terus mendekatkan diri kepada Allah di setiap detiknya, karena hanya dengan itu aku dan saudaraku disini kuat untuk menghadapi hidup seperti ini, jika kau tahu banyak saudaraku yang gila dan depresi akan kejadian ini, hingga akhirnya mereka bunuh diri yang merupakan sesuatu yang tidak Allah sukai, tapi mereka lakukan karena mereka merasa bahwa mereka sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, mereka sudah tak memiliki masa depan lagi, hingga akhirnya mereka memilih untuk melakukan hal yang mungkin dianggap bodoh oleh orang-orang yang tidak merasakan hal ini, karena itu aku selalu terus tiada henti berdo’a kepada-Nya karena hanya itu yang bisa kulakukan untuk menguatkan aku dan menguatkan saudara-saudaraku disini. Kini banyak Ibu yang kehilangan anak-anak dan suaminya, begitupun anak-anak yang kehilangan ayah dan ibunya mereka yatim-piatu, begitupun aku yang sudah kehilangan semua keluarga yang sangat aku cintai. Aku belum bisa percaya bahwa ini terjadi, namun inilah yang terjadi, aku hanya yakin dan meyakinkan diriku bahwa ini adalah skenario yang terbaik untuk jalan hidupku dan saudara-saudaraku disini. Aku hampir lupa menceritakan apa penyebabnya kepadamu, ini semua terjadi karena adanya perselisihan dan konflik antar kaum dan adanya permasalahan politik yang aku pun tidak begitu mengerti, namun ya begitulah, coba kau cari tahu mengapa ini terjadi, karena mungkin aku tidak bisa memikirkannya, jangankan memikirkan penyebabnya, memikirkan apa yang harus kulakukan dan menghadapi kondisi seperti ini saja aku tidak sempat, engkau mengerti bukan?, aku hanya berdo’a bahwa jika memang ada orang yang ingin menghancurkan negaraku dan agamaku, aku mohon kepada-Nya untuk membalas sesuai dengan perbuatannya kelak di hari pertanggunggjawaban seluruh manusia kepada-Nya.

Saudaraku yang baik hatinya, aku sungguh iri kepadamu, negaramu yang dalam keadaan aman dan damai, disana engkau dapat dengan baik dan tenang melakukan seluruh aktivitasmu. Engkau bisa belajar dengan baik dan tenang, tidak sepertiku disini ketika belajar hatiku tidak tenang dengan berbagai ancaman. Engkau mungkin masih bisa makan dengan enak, nikmat, dan tenang hingga kenyang juga mudah untuk mendapatkannya, tidak sepertiku disini untuk mendapatkan makanan perlu berjuang saling memperebutkan walau itu hanya satu suap. Engkau masih memiliki Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Keluarga, tidak sepertiku disini yang sudah kehilangan Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan keluarga, bisa mencium dan memeluknya dan mengatakan “Aku sangat mencintai kalian karena Allah” di setiap detiknya. Dan yang paling mebuatku iri adalah ketika engkau dapat beribadah dengan baik dan khusyuk, shalat berjamaah di masjid, membaca al-qur’an dengan baik dan al-qur’anmu bagus dan terjaga. Ah... Namun tiada gunanya aku iri kepadamu, karena itu tidak dapat mengembalikan kehidupanku ke masa dulu yang mungkin sepertimu saat ini. Jangan engkau sia-siakan kehidupanmu saudaraku, teruslah bersyukur. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok, lusa, dan seterusnya dan tidak selamanya kehidupan itu sesuai dengan yang kita pikirkan juga inginkan, terbukti ketika aku tidak pernah memikirkan  bahwa negaraku, Suriah akan menjadi seperti ini sekarang, tapi nyatanya semua ini terjadi, bisa sajakah ini pun terjadi pada dirimu dan saudara-saudaramu di negeramu? Wallahu’alam Bishawwab, hanya Allah yang Maha Tahu.

Saudaraku yang baik hatinya, aku menyempatkan menulis surat untukmu agar suatu waktu jika engkau lupa akan kondisiku, aku bisa mengingatkanmu, aku menyempatkan menulis ini di tempat pengungsianku dengan diiringi suara-suara menakutkan itu, mungkin ada beberapa bercak darah di lembar kertas ini, darah itu adalah darahku dan darah saudaraku, yang merupakan saudaramu juga, karena aku menuliskan surat ini sembari menolong saudara-saudara kita, meski aku tak tahu bagaimana cara mengirimkan surat ini padamu, aku tak tahu apakah surat ini akan sampai padamu atau tidak, aku tak tahu Aku menceritakan ini padamu agar engkau tahu inilah yang terjadi di negaraku, sudah kukatakan padamu setelah membaca surat ini engkau menganggap ini penting atau tidak, itu kuserahkan padamu, namun jika engkau menganggap ini tidak penting, maka aku pikir justeru engkau yang sudah gila. Tidak banyak harapanku aku hanya ingin semuanya berakhir, aku ingin negaraku kembali seperti dulu yang mungkin ini sesuatu yang tidak mungkin namun harapan itu masih ada aku yakin, mungkin engkau bisa berusaha untuk mewujudkan harapanku dan saudara-saudaramu disini? Ah, aku pun tak bisa memaksamu untuk itu, jika memang engkau mau, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuanmu, yang terpenting adalah seuntai do’amu untukku dan saudara-saudaramu disini, karena do’amu sangat berharga untuk kami disini. Harapan terbesarku adalah engkau dapat berjuang untuk menegakkan agama kita, Agama Islam dimanapun engkau berada dan bersama-sama dengan saudaramu yang lainnya untuk mewujudkan itu, karena terlalu kecil kemungkinanku untuk itu.

Sahabatku yang baik hatinya, mungkin ketika setelah engkau membaca surat ini engkau akan berusaha mencariku, tak perlu engkau lakukan itu, karena aku akan baik-baik saja dan jika aku memang aku telah tiada, maka aku berharap telah syahid dijalan-Nya, Insyaallah. Karena aku yakin meski aku tak bertemu denganmu di dunia ini, aku yakin bahwa kita akan bertemu di syurga-Nya kelak. Jika engkau menangis setelah membaca surat maka cukuplah engkau menangis sekejap, jangan terlalu lama engkau menangisi apa yang telah aku ceritakan padamu akan kondisi negaraku, karena aku dan saudara-saudaramu disini tak membutuhkan tangisanmu, kami butuh perjuangan dan semangatmu untuk berusaha mewujudkan berbagai macam mimpi kami disini yang tidak bisa kami capai. Jika setelah membaca surat ini engkau mengingat kami, maka teruslah untuk mengingat kami, mengingatku dan saudara-saudaramu disini juga saudara-saudara kita yang lain dimanapun mereka berada, jangan lupakan kami, dan terus do’akan kami.

Saudaraku yang baik hatinya, simpanlah baik-baik surat ini, jika ingin engkau berikan, maka berikanlah kepada mereka yang tidak tahu atau mungkin tidak mau  tahu tentang kami, agar mereka mengetahui bagaimana kondisi kami, walaupun pada akhirnya mereka akan peduli atau tidak. Ceritakan dan ingatkan saudara-saudara kita yang lain bahwa saudara-saudaranya disini sedang dalam kondisi yang sangat-sangat memerlukan bantuan dan perhatian walaupun hanya seuntai do’a dari mereka semua.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
                                                                                                            Suriah, 1433H

                                                                                                Saudaramu yang Sangat mencintaimu
Tangisku tak terbendung. Kusimpan surat itu dalam kotak milikku, kusimpan isi surat itu dalam hati dan pikirku. Senja itu adalah senja terindah untukku, kurasakan semua makhluk bertasbih kepada Sang Maha Pencipta, Allah Subhanahuwata’ala.
@#$%%$#@

           
Aku terbangun, Subhanallah Walhamdulillah Wa Laa Ilaha Ilallahu Allahu Akbar. Ternyata aku bermimpi, mimpi yang sungguh sangat luar biasa, mimpi yang sangat-sangat berarti untuk hidupku, karena kini aku tahu sesuatu yang hilang dalam pikirku, yaitu saudara-saudaraku dimanapun mereka berada, aku telah lama melupakan mereka, aku hanya memikirkan hidupku dan menikmati apa yang Allah berikan tanpa ingat akan saudara-saudaraku, jangankan memberi sesuatu, mendo’akan ataupun mengingatnya saja aku tak pernah, memang sungguh egois diriku. Tapi aku tahu bahwa kini aku tak boleh melupakan mereka, aku harus selalu mengingat mereka, meski aku tak dapat memberi sesuatu yang dapat mereka rasakan, namun untaian do’a yang terbaik adalah sesuatu yang bisa aku berikan dimanapun aku berada. Aku bergegas untuk berwudhu, hati dan pikirku sudah tak tertahan ingin mencurahkan semua ini kepada-Nya, memohon maaf akan khilafku , merenungkan apa yang telah aku perbuat dan berdo’a untuk saudara-saudaraku. Kini jiwaku telah merasa utuh, kekosongan dalam hatiku telah terisi, diriku merasa harus sangat lebih bersyukur di setiap detik hidupku dengan terus berusaha tetap Istiqamah di jalan-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya.





Sumber FSLDK Baraya





Jumat, 20 Juli 2012

Kisah sahabat Rasulullah :@ Usaid bin Hudhair @

Assalamualaikum wr.wb...

Apakabar iman'y hari ini ...?? smoga tetap selalu dalam lindungan allah swt...
Apakabat sahabat..?? smoga senantiasa diberikan nikmat sehat untuk hari ini....
semangaattttttttttttttt....!!!! ^o^

    Subhanaallah, esok sudah memasuki bulan ramadhan dan tadi shalat tarawih pertamaku dengan keluarga di tahun 2012. Alhamdulillah, target khatam al-quran selesai dch skarang target menghafal n khatam al-qur'an agy dan ega bisa shalat tarawih n berkumpul dengan keluarga..(cuenengnya.. :) : D ) tapi rencananya minggu dah balik agy ke bandung...heheh tapi next, ega ga bakal cerita tentang kisah ega alx dah lama ga corat coret makanya sekarang masih aga banyak banget yang pingin diceritain tapi satu-satu dulu aja dech... Malam ini ega mau berbagi "kisah-kisah tentang sahabat nabi". Seorang yang mengaku muslim harus tau orang-orang yang mulia yang menegakkan agama islam dan kali ini sahabat rasulullah yang menegakan islam adalah Usaid bin Hudhair . . 

                                                                           @#$%#%$@

     Usaid bin Hudhair sangat mencintai al qur'an. Ia bagai orang kehausan di padang yang panas lalu mendapatkan jalan menuju mata air yang sejuk.

      Secara khusus kaum Anshar ialah mereka yang secara tulus berjihad dengan harta dan jiwa mereka untuk menolong Rasulullah dalam menegakkan panji-panji Islam. Mereka bukan sekedar menolong kehadiran kaum Muhajirin dari Kota Makkah tetapi sudah menganggap bahwa kaum Muhajirin adalah saudar seiman yang amat mereka cintai. 
      Setelah Rasulullah SAW wafat, terdapat segolongan Anshar yang dikepalai oleh Sa'ad bin Ubadah yang mengumumkan bahwa mereka lebih berhak memegang Khalifah atas kelompok Muhajirin. Alasannya bukankah kaum Anshar yang telah membantu Nabi SAW di awal kehadirannya di Madinah dulu. Sehingga mereka merasa lebih pantas menerima amanah mulia memegang kepemimpinan atas kaum Muslimin. Ungkapan tersebut tentu saja mengundang reaksi dari kaum Muhajirin. Apalagi suasana kaum Muslimin sedang dalam keadaan berkabung. Adu debat pun tidak lagi dapat dielakkan siapakah yang lebih berhak memegang tampuk kekuasaan umat Islam kaum Anshar atau Muhajirin.
       Ketika suasana semakin memanas, maka Usaid bin Hudhair sebagai salah satu seorang tokoh dari kalangan Anshar tampil mendinginkan suasana. Kepada kaumnya ia berkata, "Bukankah tuan-tuan mengetahui bahwa Rasulullah SAW adalah dari golongan Muhajirin ? Karenanya khalifah juga sewajarnya dari golongan Muhajirin!. Dan kita adalah pembela Rasulullah maka kewajiban kita sekarang adalah membela Khalifahnya".
       Kata-kata kunci yang disampaikan Usaid mengakhiri percekcokan yang nyaris memecah belah persaudaraan itu. Siapakah lelaki penyelamat berotak cerdas bernama Usaid ini ? Dia adalah seorang pemimpin suku Aus. kabilah dari Yaman yang bertransmigrasi ke Madinah bersama saudaranya suku Khazraj. Belakangan kedua kabilah ini kemudian menetap disana. Ayahnya adalah Hudlairul Kata'ib seorang sesepuh Aus dan salah seorang bangsawan Arab di zaman jahiliyah. Sebelum kehadiran islam, kendati bersaudara, kedua suku besar tersebut selalu terlibat bentrok satu sama lain. Sekalipun begitu, disaat lain mereka sama-sama menghadapi musuh bebuyutan dari golongan Yahudi.
      Yahudi ini merupakan minoritas non pribumi yang menguasai perekonomian di Madinah. Sedikit banyak hal itu membuat golongan pribumi merasa iri. Sakit hati itu betambah membengkak karena orang-orang Yahudi bersikap angkuh dan takabur.
       Ayah Usaid, Hudhairul kata'ib termasuk pahlawan yang sangat gigih menentang keangkuhan dan kecongkakan Yahudi. Kegigihan dan keberanian itu mendatangkan kekaguman dikalangan kaumnya. Bagi Hudhair, tidak ada persahabatan dengan dedengkot-dedengkot Yahudi yang dikenalnya rakus dan selalu menghalalkan segala cara. sikap yang tegas tanpa kompromi itu mengalir ke putranya. Wajar kalau darah kepahlawanan seperti itupun dimiliki juga oleh Usaid bin Hudhair.

Awal keislaman Usaid

      Ketika Mush'ab bin Umair diutus Rasulullah ke Madinah untuk membina kelompok Anshar yang telah berbaiat kepada Nabi di Baitul Aqabah pertama, berita kedatangan beliau sudah sampai juga ke telinga Usaid. Mush'ab bin Umair tinggal di rumah As'ad bin Zurarah, seorang bangsawan suku Khazraj. As'ad kebetulan keluarga dekat Sa'ad bin Mu'adz (anak bibinya). Sedangkan Sa'ad bin Mu'adz adalah sahabat Usaid bin Hudhair ditampuk kepemimpinan suku Aus. Dirumah itu, keberadaan Mush'ab bin umair dijamin. Dirumah itu pula Mush'ab menebarkan hujjahnya yang jelas dan masuk akal ditambah dengan halus budinya membuat daya tarik yang kuat bagi penduduk Yatsrib. Apalagi sinar iman diwajahnya menyejukkan siapa saja yang memandangnya.
     Di atas semua itu yang lebih menarik hati adalah ayat-ayat yang dibacakan Mush'ab bin Umair disela-sela pembicaraannya. Hati yang keras bisa melunak. Orang yang merasa berlumuran dosa menyesali perbuatan masa lalunya yang gelap. Bahkan karenanya tidak ada orang yang meninggalkan majelis itu kecuali telah menyatakan dirinya bersyahadat memilih Islam sebagai jalan baru.
     Perkembangan yang begitu cepat itu membuat gusar Sa'ad bin Mu'adz. Ia segera menemui sahabatnya Usaid bin Hudhair dan berkata cemas, "Hai Usaid sebaiknya engkau datangi pemuda mekkah itu. Dia telah memengaruhi rakyat kita dan membodoh-bodohi mereka. Tuhan kita dijelek-jelekan. Cegahlah dia dan ingatkan jangan tinggal di negeri ini sejak hari ini!". Setelah berhenti sejenak. Sa'ad melanjutkan bicaranya, "Seandainya dia bukan tamu anak bibiku (As'ad bin Zurarah) sungguh akan aku bereskan sendiri.
     Mendengar itu, Usaid segera mengambil tombaknya lalu pergi mencari Mush'ab. Saat itu, As'ad bin Zurarah sedang menyertai Mush'ab bin Umair menemui Bani Abdul Asyhal untuk mengajarkan Islam kepada mereka. Keduanya masuk ke sebuah kebun milik Bani Abdul Asyhal lalu duduk-duduk dibawah pohon kurma di pinggir sebuah telaga.
      Kehadiran Mush'ab disambut oleh kaum Muslimin dan mereka yang belum masuk Islam Mush'ab segera berbicara. Ia menyampaikan kabar gembira bagi orang-orang yang mau beriman dan menyampaikan kabar menyedihkan bagi mereka yang tidak mau beriman. Semua khusyuk mendengarkan. Belum lama majelis dimulai, As'ad bin Zurarah melihat Usaid bin Hudhair menuju tempat mereka. Ia segera memberi tahu Mush'ab, "Kebetulan wahai Mush'ab itu pemimpin kaum telah datang." ujarnya.
      "Ia seorang yang sangat cemerlang otaknya dan cerdas akalnya. Dia adalah Usaid bin Hudhair. Jika dia masuk Islam, tentu akan banyak orang mengikutinya. Berdoalah kepada allah dan hadapilah dia dengan bijaksana."
       Setibanya dihadapan majelis itu. Usaid bin Hudhari langsung berdiri ditengah-tengah mereka tatapan matanya tajam memandang ke arah Mush'ab dan orang-orang yang ada di situ. As'ad bin Zurarah juga tidak luput dari sorotan matanya yang nyaris tak berkedip. Ia menyimpan kemarahan yang sangat besar kepada pendatang dari Makkah ini.
       "Apa maksud tuan-tuan datang ke sini? Kalian hendak memengaruhi rakyat kami ? Pergilah kalian sekarang juga jika kalian masih ingin hidup". teriak Usaid. Mus'ab menoleh kepada Usaid dengan wajah sejuk. Tampak sekali cahaya iman memantul dan berseri-seri. Dengan gayanya yang simpati dan menawan dia mulai bicara. "Wahai tuanku, maukah engkau mendengarkan yang lebih baik dari itu?". "Apa itu?", sergah Usaid dengan mimik sinis.
      Mush'ab menalnjutkan, "Silahkan duduk bersama-sama kami, mendengar apa yang kami bicarkan. Jika engkau suka apa yang kami perbincangkan, silahkan ambil. Dan jika engkau tidak suka, kami akan meninggalkan kampung ini dan tidak akan kembali lagi". "Anda memang pintar", jawab Usaid hatinya mulai sedikit lumer. Ia menancapkan tombaknya ditanah, kemudian duduk dengan tenang. Mush'ab mengarahkan pembicaraan kepadanya tentang hakikat Islam sambil membaca ayat-ayat al quran disela-sela pembicaraannya. Beberapa saat kemudian tampak rasa gembira terpancar dimuka Usaid. Lalu dia berkata\,"Alangkah bagusnya apa yang engkau katakan. Apa yang kamu baca sungguh sangat indah. Apa yang kulakukan jika aku masuk Islam?". Dengan senang Mush'ab menjawab, "Mandila, bersihkan pakaianmu, lalu ucapkan dua kalimat syahadat!. Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah sesudah itu shalat dua rakaat." Usaid langsung berdiri dan pergi ketelaga di sebelah kebun itu, ia segera menyucikan badan. Sekembali dihadapan Mush'ab ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengerjakan shalat dua rakaat.
      Mulai hari itu, bergabunglah kedalam barisan kaum Muslimin seorang bangsawan Arab, pengunggang kuda terkenal, pemimpin suku Aus yang dikagumi : Usaid bin Hudhair. Tidak lama setelah Usaid masuk Islam, Sa'ad bin Mu'adz masuk islam pula. Islamnya kedua tokoh ini menyebabkan seluruh masyarakat dari suku Aus masuk Islam. Sesudah itu jadilah Madinah tempat hijarah Rasulullah SAW dan tempat berdirinya pemerintah Islam yang besar.

Dicintai Malaikat

      Suatu malam Usaid duduk diberanda belakang rumahnya. Anaknya, Yahya tidur di dekatnya. Kuda yang selalu siap untuk berperang fi sabilillah diikat tidak jauh dari tempat duduknya. Suasana malam tenang dan hening. Permukaan langit jernih tanpa mendung. Usaid tergerak untuk membaca ayat Al quran yang suci.

"Alif lam miim, inilah kitab (al quran) yang tidak ada keraguan padanya, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib, yang menegakkan shalat dan yang menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugrahkan kepada mereka . . . . ." (QS. Al Baqarah :1-4)

Mendengar bacaan tersebut tiba-tiba kuda yang sedang ditambat lari berputart-putar. Hampir saja tali pengikatnya putus ketika usaid diam kuda itu diam dan tenang. Usaid itu melanjutkan lagi bacaannya. .

"Mereka itilah yang mendapat petunjuk dari Rabb-nya dan merekalah orang yang beruntung". (QS. Al Baqarah: 5)

     Kembali kuda Usaid berputar-putar lebih hebat dari semula. Ketka ia memandang ke langit ia mendapati pemandangan bagai payung yang mengagumkan. Ia belum pernah melihat pemandangan serupa itu sebelumnya. Awan itu indah berkilau bergantung seperti lampu memenuhi ufuk bergerak naik dengan sinarnya yang terang. Kemudian perlahan-lahan menghilang dari pandangan. Esok harinya Usaid pergi menemui Rasulullah SAW menceritakan peristiwa yang dialaminya. Rasulullah berkata, "Itu adalah malaikat yang ingin mendengarkan engkau membaca al quran. Seandainya engkau teruskan, pastilah akan banyak orang yang bisa melihatnya. Pemandangan itu tidak akan tertutup dari mereka." (HR. Bukhari-Muslim)
      Usaid bin Hudhair hidup sebagai seorang ahli ibadah. Harta benda dan jiwa raga yang dimilikinya diserahkan sepenuhnya untuk perjuangan Islam. Bagi Usaid tidak ada puncak keindahan dan kemenangan dalam perjalanan hidupnya selain bila cahaya islam terus bersinar. Pandangan hidup yang seperti itu mengantarkan memperoleh julukan sebagai "Sebaik-baik laki-laki Usaid bin Hudhair" kata Rasulullah SAW.
      Usaid ditakdirkan Allah sempat melihat kepemimpinan Khalifah Umar Al-Faruq yang tegas, adil dan bijaksana. Dan pada bulan Sya'ban tahun 20 Hijriah ia berpulang menyusul syuhada-syuhada yang telah mendahuluinya. . . .



By Mega Puspitasari